Kamis, 31 Januari 2013

SALURAN DRAINASE DI WILAYAH JALAN PANGLIMA A’IM KECAMTAN PONTIANAK TIMUR



Kecamatan Pontianak Timur dengan luas wilayah 8,78 km2 terdiri atas 7 kelurahan.
Batas-batas wilayah kecamatan ini adalah sebagai berikut:
Ø Sebelah utara berbatasan dengan Sungai Landak
Ø Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kuala Ambawang, Kecamatan Sungai Ambawang, dan Desa Kapur, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Pontianak.
Ø Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Kapuas
Ø Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Kapuas
Pada tahun 1997, penduduk Kecamatan Pontianak Timur berjumlah 56.816 jiwa.
Setiap tahun semakin banyak jumlah penduduk yang tinggal di daerah jalan Panglima A’im Kecamatan Pontianak Timur, sehingga mengakibatkan area terbuka hijau banyak di alih fungsikan sebagai tempat tinggal. Dengan semakin banyaknya area yang di alih fungsikan, maka semakin sedikit pula area yang digunakan sebagai saluran drainase.
Dengan jumlah penduduk yang semakin padat memaksa pemerintah untuk melakukan pelebaran jalan yang berdampak pada menyempitnya saluran drainse. Jika hal ini berlangsung terus maka kemungkinan besar di tahun yang akan datang kapasitas saluran drainase akan semakin berkurang dan tidak menutup kemungkinan saluran drainase akan tidak ada lagi akibat ditutup oleh jalan.
Pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola drainase juga kurang aktif melakukan tugasnya seperti melakukan pembersihan/pengerukan drainase yang seharusnya rutin dilakukan. Selain itu, masih belum mengakarnya kesadaran terhadap hukum dan aturan perundangan yang berlaku. Belum konsistennya pelaksanaan hukum menambah masalah yang dihadapi. Kecenderungan ini timbul karena proses pembangunan yang selama ini berlangsung kurang melibatkan masyarakat secara aktif.
Perubahan ukuran drainase akibat pelebaran jalan yang terjadi di jalan Panglima A’im Kecamatan Pontianak Timur. Ukuran yang semula dapat menampung air hujan sekarang menjadi semakin kecil sehingga dapat menyebabkan terjadinya banjir di daerah ini.
Dengan semakin banyaknya pedagang yang berjualan di pinggir jalan yang kadang membuang sampah ataupun limbah cairnya langsung ke saluran drainse mengakibatkan penyumbatan pada saluran drainase dan betambahnya volume air yang harus di tampung saluran drainase itu sendiri.

Dapat dilihat pada denah di bawah, saluran drainase di Jalan Panglima A’im Kecamatan Pontianak Timur ini merupakan jenis saluran drainase tersier karena merupakan muara dari saluran kuarter dari setiap rumah-rumah penduduk. Air dari saluran drainase di Jalan Panglima A’im Kecamatan Pontianak Timur ini lalu akan mengalir menuju saluran drainase tersier yang ada di depan Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) dan menuju saluran sekunder di persimpangan lampu lalu lintas Jalan Tanjung Raya 2 dan akan menuju ke saluran drainase primer yaitu Sungai Kapuas.



  



SOLUSI
Beberapa alternatif solusi tersebut adalah :
1.    Solusi yang paling murah dan mudah adalah panen hujan dan aliran permukaan. Hal ini harus didukung oleh penatagunaan lahan sesuai dengan kemampuannya agar hasil yang diperoleh lebih maksimal. Metoda ini dapat memberikan keuntungan pada petani dalam mengurangi dampak banjir. Caranya mudah yaitu dengan menampung dan menyimpan sebagian air hujan dan aliran permukaan kedalam embung-embung atau kolam-kolam, hal ini tetntu saja didukung dengan penanaman vegetasi di sekitar saluran drainase. Air yang ditampung pada musim hujan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk tambahan air irigasi (supplementary irrigation) pada musim kemarau. Agar nilai ekonomi air dapat ditingkatkan, komoditas yang diusahakan dipilih yang bernilai ekonomi tinggi (buah-buahan dan sayuran). Penurunan volume air hujan dan aliran permukaan akibat panen hujan dan aliran permukaan akan dapat menurunkan debit puncak dan memperpanjang waktu respon saluran drainase dan selang waktu antara curah hujan maksimum dan debit maksimum. Aplikasi teknologi panen hujan dan aliran permukaan ini sudah saatnya disebar luaskan agar manfaat yang diterima  masyarakat dapat dioptimalkan.
2.    Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB). Biopori dapat terbentuk dengan cara membuat lubang vertikal ke dalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi dengan bahan organik, seperti sampah organik rumah tangga, daun, dan potongan rumput. Bahan organik tersebut menjadi makanan organisme di dalam tanah sehingga aktifitas mereka akan meningkat. Dengan meningkatnya aktifitas organisme maka semakin banyak biopori yang terbentuk. Pembuatan LRB mudah, murah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Harga satu Bor LRB sekitar Rp 200 ribu dan bisa digunakan oleh banyak orang . Beberapa peralatan yang dibutuhkan sebagai berikut : bor tanah, ember, gayung, bambu dan pipa PVC. LRB yang dibuat dengan kedalaman 1 m dan diameter 10 cm dapat menampung volume sampah dan air hujan 7,9 liter dan luas resapan meningkat dari 80 cm persegi menjadi 3208 cm persegi (sekitar 40 kali lipat).
3.    Mengembangkan konsep dasar pengembangan drainase berkelanjutan yaitu meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut. Prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan. Fasilitas penahan air hujan dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe penyimpan dan tipe peresapan. Fasilitas penyimpan air hujan di luar lokasi berfungsi mengumpulkan dan menyimpan limpasan air hujan di ujung hulu saluran atau tempat lain dengan membangun retarding basin atau kolam pengatur banjir. Dan untuk fasilitas resapan dikembangkan dikembangkan di daerah-daerah yang mempunyai tingkat permeabilitas tinggi dan secara teknis pengisian air tanah ini tidak mengganggu stabilitas geologi.
4.    Reforestrasi (penghutanan kembali) semua kawasan DAS, terutama bagian hulu, dengan berbagai jenis tumbuhan hutan dan dijaga serta dipelihara sampai benar-benar tumbuh dan tegak, mampu tumbuh sendiri dan aman dari gangguan orang ataupun binatang. Program penanaman 1 juta atau 1 milyar pohon dari presiden SBY patut kita dukung dan dilaksanakan secara serius di lapangan.
5.    Penegakan hukum  untuk para perusak hutan dan para pelanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW). Sudah saatnya pemerintah bertindak tegas terhadap para perusak hutan baik yang legal maupun illegal, juga para pelanggar RTRW sehingga proses degradasi (perusakan) hutan ke depan dapat ditekan sekecil mungkin, begitu juga proses alih fungsi lahan yang tidak terencana harus dapat diminimalkan. Dalam hal ini implementasi UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang harus betul-betul dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen. Penanganan banjir tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja, tetapi perlu partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat. Kampanye pelestarian lingkungan harus terus digalakkan. Konsep panen hujan dan lubang resapan biopori, gerakan penghutanan kembali lahan-lahan gundul serta pentaatan terhadap RTRW, harus diterapkan diseluruh Indonesia sebagai antisipasi penanganan banjir yang murah, mudah efektif dan efisien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar