Kecamatan Pontianak Timur dengan luas
wilayah 8,78 km2 terdiri atas 7 kelurahan.
Batas-batas wilayah kecamatan ini adalah
sebagai berikut:
Ø Sebelah
utara berbatasan dengan Sungai Landak
Ø Sebelah
timur berbatasan dengan Desa Kuala Ambawang, Kecamatan Sungai Ambawang, dan
Desa Kapur, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Pontianak.
Ø Sebelah
selatan berbatasan dengan Sungai Kapuas
Ø Sebelah
barat berbatasan dengan Sungai Kapuas
Pada tahun 1997, penduduk Kecamatan
Pontianak Timur berjumlah 56.816 jiwa.
Setiap tahun semakin banyak jumlah
penduduk yang tinggal di daerah jalan Panglima A’im Kecamatan Pontianak Timur,
sehingga mengakibatkan area terbuka hijau banyak di alih fungsikan sebagai
tempat tinggal. Dengan semakin banyaknya area yang di alih fungsikan, maka
semakin sedikit pula area yang digunakan sebagai saluran drainase.
Dengan jumlah penduduk
yang semakin padat memaksa pemerintah untuk melakukan pelebaran jalan yang
berdampak pada menyempitnya saluran drainse. Jika hal ini berlangsung terus
maka kemungkinan besar di tahun yang akan datang kapasitas saluran drainase
akan semakin berkurang dan tidak menutup kemungkinan saluran drainase akan
tidak ada lagi akibat ditutup oleh jalan.
Pihak yang bertanggung jawab untuk
mengelola drainase juga kurang aktif melakukan tugasnya seperti melakukan
pembersihan/pengerukan drainase yang seharusnya rutin dilakukan. Selain itu,
masih belum mengakarnya kesadaran terhadap hukum dan aturan perundangan yang
berlaku. Belum konsistennya pelaksanaan hukum menambah masalah yang dihadapi.
Kecenderungan ini timbul karena proses pembangunan yang selama ini berlangsung
kurang melibatkan masyarakat secara aktif.
Perubahan ukuran drainase akibat pelebaran jalan yang terjadi di jalan Panglima
A’im Kecamatan Pontianak Timur. Ukuran yang semula dapat menampung air hujan
sekarang menjadi semakin kecil sehingga dapat menyebabkan terjadinya banjir di
daerah ini.
Dengan semakin
banyaknya pedagang yang berjualan di pinggir jalan yang kadang membuang sampah
ataupun limbah cairnya langsung ke saluran drainse mengakibatkan penyumbatan
pada saluran drainase dan betambahnya volume air yang harus di tampung saluran
drainase itu sendiri.
Dapat dilihat pada denah di bawah, saluran
drainase di Jalan Panglima A’im Kecamatan Pontianak Timur ini merupakan jenis
saluran drainase tersier karena merupakan muara dari saluran kuarter dari
setiap rumah-rumah penduduk. Air dari saluran drainase di Jalan Panglima A’im
Kecamatan Pontianak Timur ini lalu akan mengalir menuju saluran drainase
tersier yang ada di depan Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) dan menuju saluran
sekunder di persimpangan lampu lalu lintas Jalan Tanjung Raya 2 dan akan menuju
ke saluran drainase primer yaitu Sungai Kapuas.
SOLUSI
Beberapa
alternatif solusi tersebut adalah :
1.
Solusi yang paling murah dan mudah
adalah panen hujan dan aliran permukaan. Hal ini harus didukung oleh
penatagunaan lahan sesuai dengan kemampuannya agar hasil yang diperoleh lebih
maksimal. Metoda ini dapat memberikan keuntungan pada petani dalam mengurangi
dampak banjir. Caranya mudah yaitu dengan menampung dan menyimpan sebagian air
hujan dan aliran permukaan kedalam embung-embung atau kolam-kolam, hal ini
tetntu saja didukung dengan penanaman vegetasi di sekitar saluran drainase. Air
yang ditampung pada musim hujan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk tambahan
air irigasi (supplementary irrigation) pada musim kemarau. Agar nilai ekonomi
air dapat ditingkatkan, komoditas yang diusahakan dipilih yang bernilai ekonomi
tinggi (buah-buahan dan sayuran). Penurunan volume air hujan dan aliran
permukaan akibat panen hujan dan aliran permukaan akan dapat menurunkan debit
puncak dan memperpanjang waktu respon saluran drainase dan selang waktu antara
curah hujan maksimum dan debit maksimum. Aplikasi teknologi panen hujan dan
aliran permukaan ini sudah saatnya disebar luaskan agar manfaat yang
diterima masyarakat dapat dioptimalkan.
2.
Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB).
Biopori dapat terbentuk dengan cara membuat lubang vertikal ke dalam tanah.
Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi dengan bahan organik, seperti sampah
organik rumah tangga, daun, dan potongan rumput. Bahan organik tersebut menjadi
makanan organisme di dalam tanah sehingga aktifitas mereka akan meningkat.
Dengan meningkatnya aktifitas organisme maka semakin banyak biopori yang
terbentuk. Pembuatan LRB mudah, murah dan tidak memerlukan waktu yang lama.
Harga satu Bor LRB sekitar Rp 200 ribu dan bisa digunakan oleh banyak orang .
Beberapa peralatan yang dibutuhkan sebagai berikut : bor tanah, ember, gayung,
bambu dan pipa PVC. LRB yang dibuat dengan kedalaman 1 m dan diameter 10 cm
dapat menampung volume sampah dan air hujan 7,9 liter dan luas resapan
meningkat dari 80 cm persegi menjadi 3208 cm persegi (sekitar 40 kali lipat).
3.
Mengembangkan
konsep dasar pengembangan drainase berkelanjutan yaitu meningkatkan daya guna
air, meminimalkan kerugian, serta komprehensif dan integratif yang meliputi
seluruh proses, baik yang bersifat struktural maupun non struktural, untuk
mencapai tujuan tersebut. Prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk
mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan
air hujan. Fasilitas penahan air hujan dapat dikelompokkan menjadi dua tipe,
yaitu tipe penyimpan dan tipe peresapan. Fasilitas penyimpan air hujan di luar
lokasi berfungsi mengumpulkan dan menyimpan limpasan air hujan di ujung hulu
saluran atau tempat lain dengan membangun retarding basin atau kolam pengatur
banjir. Dan untuk fasilitas resapan dikembangkan dikembangkan di daerah-daerah
yang mempunyai tingkat permeabilitas tinggi dan secara teknis pengisian air
tanah ini tidak mengganggu stabilitas geologi.
4.
Reforestrasi (penghutanan kembali) semua
kawasan DAS, terutama bagian hulu, dengan berbagai jenis tumbuhan hutan dan
dijaga serta dipelihara sampai benar-benar tumbuh dan tegak, mampu tumbuh
sendiri dan aman dari gangguan orang ataupun binatang. Program penanaman 1 juta
atau 1 milyar pohon dari presiden SBY patut kita dukung dan dilaksanakan secara
serius di lapangan.
5.
Penegakan hukum untuk para perusak
hutan dan para pelanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW). Sudah saatnya
pemerintah bertindak tegas terhadap para perusak hutan baik yang legal maupun
illegal, juga para pelanggar RTRW sehingga proses degradasi (perusakan) hutan
ke depan dapat ditekan sekecil mungkin, begitu juga proses alih fungsi lahan
yang tidak terencana harus dapat diminimalkan. Dalam hal ini implementasi UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang harus betul-betul dilaksanakan
secara konsisten dan konsekwen. Penanganan banjir tidak bisa hanya mengandalkan
pemerintah saja, tetapi perlu partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat.
Kampanye pelestarian lingkungan harus terus digalakkan. Konsep panen hujan dan
lubang resapan biopori, gerakan penghutanan kembali lahan-lahan gundul serta
pentaatan terhadap RTRW, harus diterapkan diseluruh Indonesia sebagai
antisipasi penanganan banjir yang murah, mudah efektif dan efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar